Sabtu, 28 Agustus 2021

Tafsir Maudhu’i | Hijrah dalam Tilikan Al-Qur’an

 


Kata “Hijrah” kerap kita dengar sebagai label untuk seseorang yang awalnya serampangan lalu karena sebab tertentu merubah penampilan menjadi lebih agamis. Perilaku dan atributnya menjadi lebih “Syar’i”, komunitas pergaulannya juga kerap berubah menyesuaikan sikap religiusnya. Pada titik yang lebih ekstrem, sebagian mereka tiba-tiba banting setir meninggalkan pekerjaan lamanya yang dianggap tidak sesuai dengan idealisme religius baru mereka. Lalu bagaimana sebetulnya Islam menjelaskan konsep “Hijrah”?. Kali ini melalui tulisan sederhana ini, kita akan coba menelaahnya melalui kajian tafsir tematik “Hijrah” dalam tilikan Al-Qur’an.

Hijrah dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar “Hajara” yang berarti “al-Tark” dan “al-Mufaraqah” yang dalam bahasa Indonesia bermakna “meninggalkan atau memisahkan diri”. Dalam Al-Qur’an ada 31 kata dengan berbagai macam bentuknya yang berasal dari kata dasar “Hajara”. Semua kata tersebut bermakna meninggalkan secara fisik atau hanya secara lisan dan hati.

Salah satu bentuk hijrah secara fisik yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah hijrah dalam arti berpindah fisik dari suatu tempat atau lingkungan yang tidak mendukung ibadah kepada Allah menuju tempat lain yang lebih kondusif untuk bisa beribadah. Sejarah hijrah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dilatarbelakangi oleh motif ini. Umat Islam yang di Makkah harus berhijrah ke Madinah agar bisa lebih kondusif beribadah dan berislam secara lebih maksimal.

Berkaitan dengan jenis hijrah ini Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat 56:

يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ اَرْضِيْ وَاسِعَةٌ فَاِيَّايَ فَاعْبُدُوْنِ

Dalam Tafsir Ringkas Kemenag dijelaskan: Stelah rangkaian ayat-ayat sebelumnya menggambarkan sikap dan perlakuan buruk orang-orang kafir Mekah kepada kaum muslim, terutama yang duafa, ayat-ayat berikut memerintahkan agar mereka berhijrah meski harus meninggalkan harta benda dan sanak saudara mereka. Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Jika kamu tidak leluasa beribadah kepada Allah karena mendapat ancaman dan teror dari kaum kafir, berhijrahlah ke daerah lain yang lebih aman. Sungguh, bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku semata dan janganlah takut sebab Aku-lah yang memenuhi kebutuhan hamba-Ku. Aku pula yang menentukan hidup dan mati mereka.

Jenis hijrah ini rasanya secara umum tidak relevan diamalkan bagi kita yang tinggal di Indonesia. Kita sangat bersyukur tinggal di sebuah negara atau lingkungan yang sangat mendukung dan kondusif untuk beribadah kepada Allah SWT. Masjid dan musala ada di mana-mana dan dibuka 24 jam. Kita bebas untuk mengikuti pengajian di mana saja dan kapan saja dan dengan ustaz yang mana saja. Sungguh nikmat yang amat besar yang sering luput kita syukuri. Kita cenderung tidak maksimal memanfaatkan peluang dan kemudahan yang tersedia, padahal di luar sana banyak umat Islam yang sangat terbatas dalam mengekspresikan agamanya.

Adapun jenis hijrah kedua yang disebutkan Al-Qur’an adalah hijrah dalam arti berpindah fisik dalam rangka mempelajari ilmu agama sebagaimana disebutkan di dalam surat Al-Taubah ayat 122:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَافَّة فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ

Terkait ayat ini, kita bisa membaca penjelasan singkatnya di dalam Tafsir Ringkas Kemenag sebagaimana berikut: Pada ayat sebelumnya dijelaskan tentang pahala yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang berbuat baik. Pada ayat ini dijelaskan tentang pentingnya pembagian tugas kerja dalam kehidupan bersama dengan penegasan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi ke medan perang sehingga hal yang lainnya terabaikan. Mengapa tidak ada sebagian dari setiap golongan di antara mereka yang pergi untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan dengan menyebarluaskan pengetahuan tersebut kepada kaumnya apabila mereka telah kembali dari berperang atau tugas apa pun, pengetahuan agama ini penting agar mereka dapat menjaga dirinya dan berhati-hati agar tidak melakukan pelanggaran.

Inilah jenis hijrah yang sangat relevan diamalkan di lingkungan kita. Semangat hijrah dalam arti belajar ilmu agama harus lebih diutamakan dari pada hanya sekedar hijrah secara simbolis dengan mengubah gaya berpakaian dan gaya berbicara yang seolah berubah menjadi lebih agamis. Hijrah simbolis yang seperti ini harus dibarengi dengan proses belajar Islam dengan cara yang benar agar menghasilkan ilmu dan adab yang baik. Kita semua mendambakan hijrah yang membentuk pribadi kita menjadi mudah dicintai oleh Allah SWT dan semua makhluknya, bukan hijrah yang membuat kita melihat orang di luar sana dengan kaca mata negatif.

Lebih lanjut lagi makna hijrah dalam Al-Qur’an yang berarti meninggalkan suatu tempat secara fisik berkaitan dengan motif perniagaan. Dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10 disebutkan:

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Dalam ayat ini dijelaskan apabila salat wajib telah dilaksanakan di awal waktu dengan berjamaah di masjid; maka bertebaranlah kamu di bumi, kembali bekerja dan berbisnis; carilah karunia Allah, rezeki yang halal, berkah, dan melimpah dan ingatlah Allah banyak-banyak ketika salat maupun ketika bekerja atau berbisnis agar kamu beruntung, menjadi pribadi yang seimbang, serta sehat mental dan fisik.

Melalui ayat ini kita diperintahkan untuk bergerak, berpindah, dan merantau dari satu tempat ke tempat lainnya dalam rangka menjemput rezeki dan karunia Allah SWT. Islam tidak menghendaki umatnya hanya berdiam diri dan menunggu rezeki datang tanpa melakukan apa pun. Pergerakan manusia dibutuhkan agar roda ekonomi bisa menopang kehidupan dunia. Asalkan cara yang dilakukan benar sesuai syariat dan tidak merugikan orang lain maka usaha dan perniagaan kita bisa dihitung sebagai hijrah fisik yang bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.

Dari beberapa penjelasan bentuk hijrah secara singkat di atas maka pemaknaan hijrah yang relevan bagi kita adalah dengan cara meningkatkan kapasitas diri dengan belajar agama Islam secara lebih dalam, baik secara langsung kepada guru atau melalui berbagai media yang kredibel. Selain itu jika kita bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari rezeki dan nafkah maka itu adalah bentuk hijrah yang juga diperintahkan oleh Allah SWT.

Hijrah jangan sampai diartikan dengan meninggalkan apalagi membenci lingkungan dan keluarga yang dianggap tidak sesuai dengan idealisme Islam yang kita anggap benar. Hijrah justru menjadikan kita lebih sayang kepada orang-orang di sekitar kita dan berupaya dengan bijak mengajak mereka bersama-sama menuju rida Allah SWT.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafsir Maudhu’i | Hijrah dalam Tilikan Al-Qur’an

  Kata “Hijrah” kerap kita dengar sebagai label untuk seseorang yang awalnya serampangan lalu karena sebab tertentu merubah penampilan men...